Kamis, 24 November 2011

Kakak dan Adek


“Dasar bandel! Dasar anak nakal! Sudah dibilangi kalau minta susu ya diminum, dihabisin. Nggak malah ditumpahkan ke lantai seperti itu! Susu itu mahal!” Seorang ibu uring-uringan memarahi Fifi, anaknya yang baru berusia 3 tahun. Bagaimana ia tidak jengkel, bila lantai yang baru saja dipel kini kotor lagi oleh tumpahan susu si kecil. Si kecil pun diam sambil menatap wajah ibunya yang kecapekan.

Sementara seorang ayah memarahi Latif, anaknya yang kelas satu SD, setelah dilapori wali kelasnya bahwa anaknya itu ketahuan mencuri uang temannya. “Kecil-kecil sudah jadi pencuri! Mau jadi apa kamu kalau besar nanti?” Katanya sambil berkacak pinggang.

Memang, mendidik anak memerlukan kesabaran ekstra. Ada kalanya orang tua kehilangan kontrol saat kondisi fisiknya lelah atau emosinya tidak stabil. Kata-kata makian terhadap anak seperti bandel, nakal, badung, dan sebagainya, seringkali meluncur tanpa dapat ditahan. Padahal, makian atau celaan seperti itu akan sangat menjatuhkan harga diri anak dan berakibat buruk bagi perkembangannya.

Mencerca Pribadi Hancurkan Harga Diri

Dalam masa perkembangannya semenjak lahir, setiap anak belajar menilai segala sesuatu. Begitu juga yang terjadi pada persoalan penilaian diri. Setiap anak akan menilai dan memandang seperti apa keadaan dirinya sendiri sesuai dengan cara pandang orang tuanya terhadap diri si anak.

Apabila pribadinya sering dicerca dengan julukan-julukan burukseperti anak nakal, bengal, tak tahu aturan, pencuri, bodoh, pemalas, dan sejenisnya, maka akan terbentuk keyakinan dalam diri anak bahwa memang seperti itulah sebenarnya taraf kepribadiannya. Selanjutnya ia akan merasa wajar jika berbuat nakal, toh ayah ibu menyebutnya ‘anak nakal’.

Perkembangan buruk seperti ini bila diteruskan akan sampai pada tahap di mana anak akan selalu berusaha berperilaku sesuai anggapan terhadap kepribadiannya tersebut, sehingga ia akan merasa tak pantas jika berbuat baik, yang notabene menyalahi keyakinannya sebagai anak nakal dan bengal tersebut.

Sampai tahap ini perilaku anak bisa jadi sangat membuat orang dewasa terheran-heran, sebab ia sudah tak mempan lagi diberi nasihat dan motivasi untuk mau berbuat baik, kecuali jika perbaikan dimulai dengan mengubah cara pandangnya yang keliru dalam menghargai pribadinya sendiri. Sungguh ini sebuah perbaikan yang sulit untuk dilakukan.

Begitulah kenyataannya, bahwa setiap orang membentuk kepribadian sesuai dengan cara pandangnya terhadap dirinya sendiri. Itu sebabnya, akan sangat fatal akibatnya jika dalam masa perkembangan anak diberi contoh untuk menilai dirinya dengan sebutan dan panggilan yang buruk.

Anak tetap anak, sekalipun perilakunya buruk. Yang buruk adalah perilakunya, sementara pelakunya tetaplah anak baik. Jika patut dibenci, maka perilakunya yang harus dikutuk, bukan pelakunya. Sang anak sebagai pelaku tetap berhak untuk dicintai, disayangi, dan dihargai.

Jika Anak Salah, Tegur Perilakunya

Ketika seorang anak berbuat kesalahan, orang tua harus menegur ‘perilaku’ tersebut, tanpa mencela pelakunya. Anak harus mengerti letak kesalahannya. Ia harus mengerti betul bahwa orang tuanya marah, kecewa dan membenci perilaku yang baru saja dilakukannya, bukan marah dan membencinya.

Agar anak tahu bahwa orang tuanya tidak menyukai perilakunya, maka sebaiknya orang tua menunjukkan perasaan kecewa, marah dan ketidaksukaannya dengan sejelas-jelasnya. Bisa dengan mimik wajah yang penuh emosi, bisa pula dengan kata-kata yang keras.

Kembali pada kedua contoh kasus di awal tulisan ini, untuk Fifi yang menumpahkan susunya, akan lebih baik bila ibu marah dengan menegur perilakunya. “Fifi, sudah ibu bilangi berkali-kali kalau menumpahkan susu itu jelek! Itu perbuatan mubadzir! Susu itu harganya mahal!”

Sedangkan untuk kasus Latif, akan lebih baik bila ayah tidak menyebutnya sebagai pencuri. “Latif, kamu kan tahu mencuri itu perbuatan buruk? Dosa! Kenapa kamu melakukannya? Kalau butuh uang, bilang sama ayah, jangan mencuri milik orang lain!”

Kedua contoh tersebut sudah dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dirasakan oleh ayah dan ibu. Tujuannya agar anak mengerti perasaan orang tua tentang perilaku anak yang buruk itu. Di sisi lain diharapkan dalam diri anak sendiri akan timbul perasaan yang tidak enak menghadapi kemarahan orang tuanya.

Cukup Sekali Saja

Teguran orang tua cukup dinyatakan sekali saja, anak sudah bisa memahami perasaan orang tuanya. Bila pernyataan ini diulang-ulang justru akan menimbulkan kebosanan, dan anak merasa digurui. Cara mendisiplinkan anak seperti itu tidak efisien.

Banyak orang tua yang merasa perlu memberi nasihat panjang lebar terhadap kesalahan anaknya, karena menangkap kesan anak tidak mendengar nasihat yang dikatakan orang tua. Anak-anak itu berbuat seenaknya, tak mendengar omelan orang tua.Tingkah anak itu membuat orang tua jengkel dan merangsangnya untuk semakin memperpanjang dan mengulang-ulang nasihat, semata-mata untuk melampiaskan kejengkelannya.

Sekali lagi, sikap orang tua sebenarnya cukup dinyatakan sekali, ditunjang ekspresi wajah tak lebih dari satu menit. Inilah bagian awal dari metode disiplin yang disebut teguran satu menit. Selanjutnya, akan tercipta suasana yang tidak menyenangkan bagi anak. Pada saat ini sebaiknya orang tua diam sejenak agar suasana yang tidak enak ini benar-benar dirasakan anak. Manfaatkan waktu ini untuk menarik nafas panjang, seakan telah usai menyelesaikan tugas berat berupa pengungkapan rasa kecewa atas perilaku anak yang buruk.

Selanjutnya, Hargai Pelakunya

Bagian berikutnya adalah saatnya menggunakan kebenaran lain selain kebenaran pertama yang telah dikatakan terlebih dahulu. Kebenaran kedua ini adalah bahwa diri anak-anak sebagai ‘pelaku’ sebenarnya tetap baik, bahwa orang tua tetap mencintai sepenuh hati, karena mereka pada dasarnya adalah anak-anak yang salih.

Bagian kedua ini harus diucapkan orang tua dengan ekspresi wajah penuh kasih sayang dan kelembutan. Bila perlu dengan memeluk dan mencium, agar anak bisa langsung merasakan bahwa bagaimanapun buruknya perilaku mereka, ternyata orang tua tetap mencintainya. Pernyataan ini pun tidak perlu diulang, cukup sekali saja.

Misalnya, untuk kasus Fifi, setelah ibu marah dan menegur perilakunya yang buruk, maka sebaiknya ibu membelai kepalanya sambil berkata, “Fifi kan anak salihah, anak pintar. Lain kali jangan menumpahkan susu lagi ya sayang…”

Demikian juga untuk kasus Latif. Setelah ayah menunjukkan kemarahannya, alangkah bijaksananya bila kemudian ia memeluk anaknya itu seraya berkata, “Latif kan anak yang salih…Masa’ anak salih mencuri, nanti jadi temannya setan. Lain kali jangan diulangi lagi ya….”

Kelebihan Metode Ini

Metode teguran satu menit mempunyai banyak kelebihan.

Pertama, melatih disiplin anak-anak untuk bisa meninggalkan perilaku yang buruk. Dalam setengah menit yang pertama, anak mengerti bahwa tindakannya yang buruk telah membuat orang tuanya kecewa dan marah. Peristiwa itu akan masuk ke alam memorinya, selanjutnya memorinya mencatat mana perilaku baik yang disenangi orang tua, dan mana perilaku buruk yang membuat orang tuanya kecewa dan marah.

Selanjutnya, dalam setengah menit kedua, anak segera dapat menemukan kembali citra dirinya yang positif sebagai anak yang baik. Mereka sangat menikmati belai kasih orang tua dalam selang waktu yang singkat ini. Buahnya, mereka menjadi senang dan bagga terhadap dirinya sendiri yang baik seperti kata orang tuanya.

Satu hal penting yang tak boleh dilupakan orang tua adalah semakin anak menyenangi dirinya sendiri, semakin besar kemauannya untuk berperilaku lebih baik.

Keuntungan kedua, metode ini bisa digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Banyak orang tua mengeluh karena tak bisa memahami jalan pikiran anaknya. Banyak yang tak mengenal anaknya sendiri karena kemacetan komunikasi. Anak tak pernah mau menyampaikan permasalahan yang ia hadapi kepada orang tua. Dengan bantuan metode ini, sedikit demi sedikit mulai berkembang iklim keterbukaan antara orang tua dengan anak. Komunikasi pun menjadi lancar, akrab dan harmonis. Hal ini bisa terjadi karena keberanian orang tua menunjukkan perasaan terhadap anak tanpa mencerca. Dalam setengah menit pertama menyalahkan habis-habisan perilaku anak yang buruk. Tetapi setelah itu menyatakan bahwa diri pribadi anak selalu tetap baik dan dicintai orang tua.

Memang dalam praktiknya metode ini agak sulit dilakukan, karena orang tua seolah-olah harus ‘bersandiwara’. Setelah marah-marah harus mengungkapkan rasa sayang. Yang pasti, walaupun sulit, tetapi demi perkembangan jiwa anak, tentu metode ini layak untuk dibiasakan. (Oel)

Ketika Ismail (3) sedang asyik bermain dengan mainan barunya, tiba-tiba Husna (2), adiknya, merebutnya dengan paksa. Ismail berusaha mempertahankan mainannya tetapi Husna pun tetap ngotot mencengkeramnya. Karena jengkel, sang kakak pun ambil jalan pintas dengan memukul adiknya keras-keras.

Ismail tentu tak bisa disalahkan bila mempertahankan mainannya sekuat tenaga. Sedangkan Husna pun, dalam kaca mata orang dewasa dianggap tak salah karena memang belum mengerti. Sifat egosentrisnya masih terlalu besar sehingga ingin memiliki barang apa saja yang mereka sukai. Akan tetapi di mata kakaknya (yang juga masih kecil), adiknya jelas-jelas salah karena merebut mainan miliknya. Anak sekecil Ismail belum paham terhadap sifat egosentris yang dimiliki adiknya, bahkan juga masih dimilikinya. Yang ia pahami bahwa mainan itu adalah miliknya dan ia berhak mempertahankannya.

Menghadapi hal tersebut, kadang ibu tak tahan dengan tangis adik, kemudian langsung menyuruh kakaknya mengalah. Kebijakan seperti itu jelas berat sebelah, karena kurang menghargai pola pikir kakak yang masih kecil juga.

Jika ibu memaksa kakak untuk selalu mengalah, banyak akibat negatif yang akan terjadi, seperti:

1. Kakak merasa dirinya tak memiliki harga diri di mata ibu.

2. Adik tak pernah belajar mengetahui hal yang benar.

3. Kakak menyimpan dendam pada adik dan membalasnya nanti jika ada kesempatan.

4. Jika terjadi perkelahian lagi, adik cenderung mengandalkan tangisnya untuk mengadu kepada ibu agar dibela.

Lalu, bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan oleh ibu/orang tua? Ibu yang bijaksana akan mencoba memahami pertengkaran ini dengan melihat persoalan dari kaca mata kedua pihak, yaitu dengan memahami bagaimana perasaan adik, juga perasaan kakak.

Beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya:

JANGAN SALAHKAN SATU PIHAK

Memang kakak bersalah karena memukul adiknya keras-keras, dan adik pun salah karena merebut mainan yang bukan miliknya. Karena itu, jangan hanya menyalahkan salah satu pihak. Jika ibu sedang emosi, lebih baik ibu menahan diri dengan diam. Jika tidak kuat diam, menyalahkan kedua pihak sekaligus masih lebih baik daripada hanya menyalahkan salah satunya.

Pertengkaran kakak dengan adiknya adalah satu perkembangan wajar, sesuai dengan fase perkembangan psikologis mereka. Sangat sulit untuk menemukan siapa sebenarnya yang menjadi biang keladi pertengkaran, karena semua merasa benar. Apalagi pola berpikir ibu, kakak, dan adik sangat berbeda, sesuai dengan fase perkembangan usia. Jadi arti kebenaran menurut kakak, adik, serta ibu pun kerap berbeda. Maka adalah sulit untuk menemukan siapa yang salah, dan tindakan itu pun tak perlu dilakukan.

JANGAN PAKSA KAKAK SELALU MENGALAH
Kakak juga masih kecil, maka pola berpikirnya yang menganggap adiknya salah pun harus dipahami. Tentu tak adil jika menyuruhnya untuk selalu mengalah. Hal itu akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan jiwanya, karena merasa tidak pernah mendapatkan keadilan.

HARGAI JIKA KAKAK BENAR

Kita tentu akan sakit hati, bila merasa benar tetapi disalahkan oleh orang lain. Sulit sekali menerima hal itu dengan lapang dada. Apalagi jika orang menyalahkan kita dengan cara memaksa. Karena itulah, ibu juga harus memahami, kakak pun mempunyai hak untuk mempertahankan mainannya. Perkara dia mau meminjamkan mainannya kepada adik, itu tergantung kebaikan hatinya.

Jangan menyalahkan kebenaran yang diyakini kakak, tetapi sentuhlah empati sang kakak untuk mau berbaik hati kepada adiknya. Kebenaran yang diyakini kakak harus ibu akui. Contohnya dengan berkomentar, “Sayang, kenapa merebut mainan kakak? Padahal kakak sedang asyik main lho! Kalau adik mau pinjam, bilang dulu sama kakak.”

Dengan penghargaan seperti itu, berarti ibu sudah menghormati harga diri sang kakak. Ini memiliki arti yang sangat besar pada psikologis kakak. Karena merasa dirinya dihargai, selanjutnya ia justru lebih mudah menerima pendapat orang lain, lebih mudah memahami perasaan adiknya, dan lebih lanjut akan tumbuh empatinya.

Sebaliknya, jika kebenaran yang diyakini kakak disalahkan oleh ibu, jangan harap kakak mau menerima kata-kata ibu selanjutnya. Apalagi kakak sedang dalam keadaan emosi. Karena merasa dirinya benar tetapi tidak diakui, kakak merasa perasaannya tidak dipahami, sehingga ia semakin jengkel. Kalaupun ia menurut untuk mengalah, itu ia lakukan dengan sangat terpaksa.

TUNJUKKAN KETIDAKMENGERTIAN ADIK

Jika ibu telah berhasil menghargai pendapat yang diyakini kakak, jangan lupa pula untuk menghargai pendapat yang diyakini adik. Kalau adik meyakini bahwa setiap barang yang ia sukai harus ia dapatkan, itu bukanlah pendapat yang salah untuk usianya. Jadi, ibu pun tak bisa serta merta menyalahkan adik.

Lebih baik ajaklah kakak untuk mau memahami ketidakmengertian adiknya tersebut. Ini akan mudah dilakukan jika emosi kakak sedikit mereda setelah ibu bisa menghargai perasaannya. Kepada kakak bisa diberi pengertian, “Adik kecil itu memang belum mengerti, Sayang. Ia selalu ingin merebut yang dia inginkan. Dulu waktu kamu masih kecil juga suka begitu. Kita nasihati saja dia pelan-pelan.”

TUMBUHKAN EMPATI KAKAK

Setelah emosi kakak mereda, dan ia menunjukkan tanda-tanda mau mendengar kata-kata ibu, barulah bisa disentuh perasaannya untuk menumbuhkan empati kepada adiknya.

HARGAI JIKA KAKAK MAU MENGALAH

Bila akhirnya kakak mau mengalah memberikan mainan kepada adiknya, orang tua hendaknya memahami bahwa pengorbanan kakak itu bukan suatu hal yang ringan. Bagi anak-anak, bisa mengalah walau dia merasa tak salah adalah kebaikan yang sangat sulit dilakukan, mengingat hingga usia balita rasa keakuan mereka masih cukup tinggi.

Sudah seharusnya ibu memberi penghargaan khusus kepada kakak jika ia berhasil melakukan kebaikan itu. Penghargaan itu bisa dengan ucapan, “Subhanallah, Kakak baik sekali. Pasti nanti Kakak banyak disukai teman.” Ibu bisa ajarkan pada adik untuk berterima kasih pada kakak. “Ayo Dik, katakan terima kasih pada Kakak, dia sudah berbaik hati pada kamu.” Bisa pula ibu memberi penghargaan lain berupa pelukan, ciuman, atau sebungkus wafer untuk kakak.

Adakalanya kakak mau mengalah pada adik tetapi masih dengan berat hati. Bibirnya cemberut, matanya memerah menahan tangis, dan ngeloyor pergi dengan kecewa. Dalam kondisi seperti ini mereka butuh ditemani. Butuh dipahami perasaannya. Maka sebaiknya ibu meluangkan waktu untuk menghibur kakak dulu. Ajak ia bicara baik-baik, beri perhatian, hibur hatinya hingga perasaan mereka bisa lebih enak.

BIASAKAN SEGERA BERMAAFAN

Lebih baik lagi, jika ibu membiasakan kakak dan adik untuk saling bermaafan. Ini bisa dilakukan jika emosi masing-masing telah mereda. Untuk bermaafan tak perlu diungkit-ungkit siapa yang salah. Yang penting tumbuhkan motivasi untuk minta maaf lebih dulu.


AJARKAN ADIK DAN KAKAK TENTANG KEKELIRUANNYA DI SAAT YANG TEPAT

Tak ada gunanya memberi nasihat sewaktu pertengkaran terjadi, di saat emosi sedang membara. Orang dewasa pun sulit menerima nasihat jika hati sedang emosi. Itu sebabnya, perlu dicari waktu yang tepat, yang enak dan santai untuk membicarakan kembali kesalahan-kesalahan yang sempat mereka lakukan saat bertengkar tadi.

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyikapi ‘perang saudara’ antara adik dan kakak. Semoga bermanfaat.

(maaf..lupa copas dari mana)

bahaya bedak bayi



Selain estetika, tentunya kita memperhatikan dampaknya pada kesehatan bayi/anak dalam memilih produk2 yang digunakannya..
Kita simak artikel ttg bedak bayi dan minyak telon yuks...Yang punya info lain silahkan menambahkan...

Awas!!! Bedak dan Minyak Telon Bahaya Bagi Bayi

Nadhifa Putri - detikNews
Jakarta - Aroma tubuh bayi yang wangi dan lembut seringkali membuat kita selalu ingin menciumnya. Wangi yang berasal dari bedak ataupun minyak yang dibalurkan bayi menunjukkan ciri khas buah hati.

Namun, amankah pemakaian produk-produk tersebut bagi si mungil? Dokter Spesialis anak RS Pondok Indah Karel Staa menegaskan, pemakaian bedak, minyak kayu putih, minyak telon dan pewangi (cologne) sangat berbahaya untuk kesehatan bayi di masa datang.

"Partikel-partikel yang terkandung di dalam bedak bayi dan minyak itu bahaya jika dihirup bayi," kata Karel Staa usai diskusi bertajuk 'Lindungi Semua Perempuan dari Kanker Serviks' di RS Pondok Indah, Jl. Metro Duta , Jakarta Selatan, Sabtu (10/5/2008).

Produk tersebut, kata Karel, dapat membahayakan fungsi paru-paru. "Misalnya batuk yang tidak sembuh. Nanti setelah diperiksa, biasanya dokter akan menyuruh memberhentikan pemakaian bedak dan lain-lain. Setelah itu batuknya hilang. Itu bisa saja respirasi paru," imbuh dia.

Baluran minyak dipercaya dapat memberi kehangatan untuk bayi. Namun hal ini juga dibantah Karel. "Kata siapa? Dari mana? Kulit bayi kan belum berfungsi. Lalu mau ditutupi produk itu, bagaimana pori-porinya bernafas?" ujarnya.

Karel menuturkan, pernah mendapati salah satu pasiennya mengeluhkan kulit anaknya gosong. "Ternyata setelah diperiksa, bayinya dibalurin minyak kayu putih 100 persen," tutur dia.

Ditambahkan dia, kulit bayi seharusnya dibiarkan apa adanya. Meski bayi baru dapat merasakan rangsangan di usia di atas 1 tahun, pemakaian produk tetap tidak dianjurkan.

PRO KONTRA BEDAK BAYI

Bedak talc banyak digunakan oleh para ibu untuk membantu menyerap kelembaban pada tubuh dah bokong bayi setelah mengganti popok. Namun, tahukan anda, penelitian para ahli kesehatan mengemukakan bahwa bedak talc bisa menyebakan pneumonia dan penyakit pernafasan lainnya pada bayi. Berikut beberapa alasan mengapa bedak talc dianggap berbahaya bagi bayi:

* Bedak talc terbuat dari berbagai kombinasi bahan seperti zinc stearate, magnesium silicates, dan sebagainya. Meski tergolong aman bagi kulit, namun bahan-bahan tersebut berukuran sangat kecil sehingga mudah terbawa udara seperti debu yang bisa masuk ke dalam paru-paru anak anda yang nantinya bisa berakibat fatal bagi paru-paru mereka serta bisa menyebabkan bayi anda terserang pneumonia atau bahkan kanker paru-paru.

* Beberapa kasus menyebutkan bahaya menghirup bedak talc bagi bayi anda, bahkan beberapa diantaranya menyebabkan kematian. Meski demikian anda tak perlu terlalu khawatir jika anak anda kerap menumpahkan bedak talc nya selama, bedak tersebut tidak terhirup olehnya.

* Para ahli kulit membuktikan bahwa jika dibandingkan pemakaian bedak talc dengan krim atau lotion kulit untuk bayi, maka krim atau lotion kulit lebih ampuh untuk mencegah dan mengobati ruam popok dibanding bedak.

Selain berbahaya bagi pernafasan, beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa penggunaan bedak talc pada bayi perempuan bisa menyebabkan cancer ovarium. Meski demikian tidak semua ahli setuju dengan penelitian tersebut. Namun, untuk amannya di sarankan bagi para ibu untuk lebih berhati-hati dalam pemakaian bedak talc untuk bayi mereka. Atau lebih amannya lagi, gunakan lotion khusus untuk melembabkan daerah kemaluan dan bokong bayi setelah mengganti popok dibanding menggunakan bedak talc.


(Dikutip dari:
http://parenting.ivillage.com)

Waspada! Bahan Berbahaya "Ftalat" Ada di Produk Bayi

Mendapatkan buah hati, tentunya sangat menggembirakan. Namun, hati-hati dalam menggunakan produk untuk bayi kita. Sebuah studi terbaru menjelaskan bahwa lotion bayi, bedak bayi dan shampo bayi terdapat bahan kimia berbahaya yakni ftalat.

Dr. Sheela Sathyanarayana mengatakan bahwa saat ini, kita tidak tahu apa potensi efek jangka panjang terhadap kesehatan, tapi studi hewan berbadan besar menjelaskan toksisitas ftalat pada tahap pengembangan dan reproduksi dan beberapa studi pada manusia menyebabkan perubahan kesehatan.

Ftalat digunakan untuk membuat plastik fleksibel dan menstabilkan pengharum dan ditemukan dalam beberapa produk konsumsi termasuk mainan, produk perawatan pribadi dan peralatan medis.

Seperti dilaporkan online dalam jurnal Pediatrics, Febuari 2008, Sathyanarayana dari Universitas Washington dan koleganya mengukur 9 kadar yang berbeda produk sisa ftalat dari diaper 163 bayi berumur 2 sampai 28 bulan. Semua sampel urin mengandung paling sedikit satu ftalat pada kadar terukur dan 81% sampel memiliki sejumlah terukur 7 atau lebih ftalat.

Sathyanarayana mengatakan bahwa mereka menemukan penggunaan lotion bayi, shampo bayi dan bedak bayi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi monoethyl phthalate (MEP), monomethyl phthalate dan monoisibuthyl phthalate (MIBP) dalam urin bayi. Menurut para peneliti dalam laporan ini, hubungan ini terkuat pada bayi muda kurang dari 8 bulan, yang menjadi lebih rentan terhadap toksisitas ftalat pada perkembangan dan reproduksi.

Saat ini, pabrik pembuat Amerika tidak perlu mencantumkan kandungan ftalat dalam kemasan produk sehingga sulit bagi orang tua untuk mengambil keputusan. Sathyanarayana menyarankan jika para orang tua mau menurunkan paparan pada anak-anaknya, mereka dapat mencoba menggunakan lotion, shampo dan bedak bayi dengan ketat, hanya kecuali diindikasikan untuk alasan medis saja. (kalbemedical)

being parents (poetry)


Being parents..


i have had a lot of time
that makes somebody a good parents

and its about constancy
and its about patience
and its about listening
and its about pretending to listen..
even when you can't listen anymore
and its about love....

i have a home even not a perfect home
and i am not a perfect parent
but we bulit alife together
and we love each other

(taken from somewhere)